Senin, 01 Februari 2010

Kirana AdiLucya

Berkata Iblis: “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
(Q.S. Al-Hijr [15]: 33).
Tiada permusuhan yang abadi di dunia ini kecuali permusuhan antara anak Adam dan Iblis. Permusuhan ini dimulai pada suatu masa ketika Adam as diciptakan. Lalu Allah menempatkannya di surga yang penuh dengan kenikmatan bersama Hawa. Penciptaan manusia ini menuai protes dari kalangan para malaikat. “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi’. Mereka berkata, ‘apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih dan menyucikan namaMu?’ Dia berfirman, ‘sungguh Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui’” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30). Akhirnya dengan segala ketundukannya, para malaikat mengakui kebenaran keputusan Allah SWT tersebut.
Untuk menunjukan tepatnya keputusan tersebut, Allah mengajarkan pada Adam nama-nama benda serta rahasia alam semesta yang tidak diajarkan pada para malaikat. Karena kecerdasan yang diberikan oleh Allah, nama-nama benda tersebut dapat diucapkan oleh Adam dengan sangat baik. Sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh para malaikat yang diciptakan oleh Allah dari cahaya. Hal ini menjadikan Adam sangat istimewa.
Atas keistimewaan tersebut, Allah SWT memerintahkan pada malaikat dan jin bersujud pada Adam. Malaikat melakukannya dengan penuh ketaatan, kecuali Iblis. Ia menolak karena ia merasa lebih baik dibandingkan dengan Adam. Iblis berpikir bagaimana mungkin dia bersujud pada Adam yang diciptakan dari tanah hitam yang bau busuk, sedangkan dia diciptakan oleh Allah SWT dari api yang lebih mulia (Q.S. Al Hijir [15] ayat 32-33).
Konon, sebelum Adam diciptakan, Iblis memiliki derajat yang sangat tinggi, behkan melebihi derajat malaikat. Ia pun kadang disebut sebagai pemuka para malaikat. Boleh jadi Iblis dengki kehadiran Adam mengganggu eksistensi dirinya. Dari sinilah permulaan permusuhan Iblis dan Adam yang mencapai puncak ketika Allah menyuruhnya bersujud kepada Adam. Dengan segala daya dan upaya, Iblis berusaha menggelincirkan Adam hingga merekapun sama-sama terusir dari surga.
Meskipun telah sama-sama diusir, Iblis tetap bertekad menggelincirkan manusia agar tidak patuh kepada Allah hingga kiamat tiba. Lalu bagaimakah cara Iblis menggelincirkan manusia?.
Ikuti salah satu kisahnya berikut ini. Saat terjadi banjir besar, Allah memerintahkan pada nabi Nuh untuk naik ke kapal yang telah dibuatnya beserta para pengikut setia dan hewan-hewan yang berpasangan. Tiba-tiba ia melihat seorang lelaki tua yang tidak dikenal. “Untuk apa kamu naik kapal ini?”, tanya Nuh.
Aku berada disini untuk memengaruhi para pengikutmu agar hati mereka bersamaku, sementara tubuhnya bersamamu. Nuh berkata, “keluarlah kamu dari kapal ini, kamu adalah makhluk terlaknat!”
Iblis pun berkata, “baiklah Nuh, aku akan turun, tapi aku ingin berkata sesuatu padamu wahai Nuh. Ada lima hal yang perlu kau ketahui, namun aku akan memberitahukanmu tiga saja, dan yang dua aku rahasiakan.” Lalu Allah mewahyukan pada Nuh untuk meminta yang dua yang dirahasiakan tersebut. “Apa yang dua itu hai Iblis?” Dua hal yang membinasakan manusia adalah keinginan yang berlebihan (nafsu berlebihan) dan kedengkian-nya. Karena keinginan yang berlebihan tersebutlah Adam dan Hawa diusir dari surga dan karena kedengkian-lah Aku terusir pula dari surga (HR. Abu Daud).
Kisah di atas merupakan pengakuan iblis sendiri tentang “senjata” yang akan digunakannya untuk menjerumuskan manusia ke dalam neraka. Iblis akan berusaha sekuat tenaga dengan cara apapun untuk menjerumuskan manusia. Iblis sudah jelas akan masuk neraka dan tentu saja dia akan mencari teman sebanyak-banyaknya untuk bersama-sama menderita di neraka nanti. Dalam hal ini tentu saja kita akan berkata “tidak mau!”
Iblis dapat menggelincirkan manusia dengan mengajak pada keburukan dan secara tidak langsung juga dengan modus lain, terlebih dahulu mengajak pada kebaikan dan selanjutnya kita diseret untuk berbuat buruk. Kita mungkin sebelum menjadi pejabat berjanji “tidak mau” melakukan korupsi apabila nanti menjadi pejabat. Ini adalah itikad baik, namun hati-hatilah, karena dengan itu akan banyak modus dan cara yang dapat diperbuat oleh iblis untuk merusak komitmen dan janji yang telah dimiliki oleh manusia. Hal ini merupakan suatu kenikmatan yang sebenarnya mematikan (membinasakan) kita. Seseorang yang melakukan penyelewengan atau diajak menyelewengkan uang mungkin pada awalnya merasa sangat bersalah dan tidak tenang. Namun karena daya tarik uang yang mendatangkan ‘kenikmatan’ itu, maka hati nurani menjadi “kebal” dan “buta.” Hal ini pula yang membuat orang mati hatinya.
Segala perbuatan buruk yang dilakukan pada awalnya memang tidak pernah menjanjikan sesuatu yang buruk. Si Iblis tentu tidak akan pernah membukakan akibat dari sesuatu perbuatan ketika dia sedang membujuk seseorang untuk berbuat jahat. Namun, ketika akibat perbuatan tersebut menimpa, maka iblis pun pergi meninggalkannya untuk mencari mangsa lain.
Hedonisme dan Materialisme
Secara kasat mata dapat kita saksikan bahwa dunia saat ini lebih menjanjikan hal-hal yang bersifat hedonistik, yang mengajarkan seseorang untuk mencari kenikmatan demi kenikmatan fisikal saja. Dunia telah mengarah pula pada paham materialisme yang mengajak manusia untuk mencari harta dan kemakmuran sebanyak-banyaknya. Semua ini bertolak belakang dengan ajaran-ajaran agama yang terus-menerus mengumandangkan kebenaran, keadilan, moralitas, dan belas kasih.
Fenomena ini dapat dipicu oleh acara-acara televisi yang mengumbar kesenangan dan kenikmatan hidup. Acara seperti ini perlahan-lahan dapat memengaruhi dan akhirnya mengubah nilai dan pola piker seseorang. Seseorang yang sering menonton TV dan tidak kuat pondasi agamanya, maka ia akan jatuh perlahan-lahan secara mental, ruhani, maupun fisik.
Persaingan karir dan pekerjaan yang semakin ketat dalam lingkungan bisnis yang tidak pasti juga membuat seseorang cenderung untuk hidup dalam kompetisi mengejar materi. Islam sebenarnya lebih banyak mengajarkan kehidupan yang kooperatif ketimbang kompetitif. Kehidupan yang saling tolong menolong dan saling melengkapi, bukan saling menjatuhkan. Kehidupan yang kompetitif juga cenderung membawa pada sifat dengki, yakni sifat tidak puas terhadap kemenangan ataupun kebaikan yang dimiliki orang lain. Maka yang timbul adalah mengambil cara yang tidak baik untuk menjatuhkan lawan. Layaknya Adam dan Iblis.
Sekali lagi, Adam dan Hawa diusir dari surga karena keinginannya yang berlebihan, dan Iblis diusir pula dari surga karena kedengkiannya. Yang namanya diusir tidak ada yang enak. Apakah kita mau diusir oleh Allah SWT dari bumi ini, mencari tempat yang bukan milik Allah? Tentu tidak mungkin. Maka tentu saja kita harus mempersiapkan diri berbuat dan berusaha memberikan persembahan yang terbaik kepada Allah SWT. Semua persembahan itu hanyalah demi kebaikan kita, bukan untuk Allah, sebab Allah tidak butuh kebaikan dari siapapun. Namun kitalah yang butuh kepada Allah.
Cerita singkat berikut semoga bermakna bagi Anda (dikutip dari buku Setengah Isi Setengah Kosong, 2006). Seorang tukang kayu bermaksud pensiun dini dari perusahaannya. Walaupun ia harus kehilangan uang bulanan, namun tekadnya sudah bulat. Ia sudah lelah bekerja dan umurnya sudah tua. Dia pun mengajukannya pada pimpinannya. Dengan alasan yang meyakinkan, sang pimpinan pun mengabulkannya namun dengan satu permintaan. Perusahaan mengharapkan tukang kayu tersebut membuatkan satu rumah untuk pengabdian terahirnya pada perusahaan. Tukang kayu menyetujuinya.
Sebenarnya dalam hati kecilnya ia berpikir bahwa perusahaan tidak mau rugi, bahkan saat-saat terakhirpun ia masih diperkerjakan. Hatinya pun tidak sepenuhnya tercurah pada pekerjaan tersebut. Ia pun mulai membuat rumah tersebut dengan bahan yang disediakan perusahaan seadanya dan ogah-ogahan. Alhasil, rumah pun jadi dengan hasil yang tidak optimal. Ia mengakhiri karirnya dengan prestasi yang tidak maksimal.
Ketika pemilik perusahaan datang melihat rumah tersebut. Sang tukang kayu menyerahkan kunci rumah yang telah dibuatnya. Pemilik perusahaan pun mengucapkan terima kasih. Seraya menyalami sang tukang kayu, pemilik perusahaan menyerahkan kembali kunci rumah tersebut pada si tukang kayu, “Ambillah, pakailah rumah ini untuk hari tuamu sebagai ungkapan terima kasih atas dedikasi dan loyalitasmu pada perusahaan.”
Betapa terkejutnya si tukang kayu, malu dan menyesal dirasakannya sewaktu menerima kunci rumah tersebut. Seandainya ia tahu bahwa rumah tersebut akan diberikan padanya, ia tentu akan bekerja dengan sungguh-sungguh.
Layaknya kisah tersebut, kitapun nantinya oleh Allah SWT akan diberikan rumah yang paling bagus di surga apabila kita membangun rumah kita di akhirat nanti dengan berusaha dan mengabdi sungguh-sungguh kepada Allah SWT. Mudah-mudahan kita semua mati dalam keadaan bersungguh-sungguh mematuhi perintah Allah. Amin.

Wallahu a’lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar