Selasa, 16 Februari 2010


JAKARTA--Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan, pelaku pernikahan yang menurut undang-undang tidak sah seperti pernikahan siri bisa dikenai sanksi. "Sesuai dengan fatwa yang diputuskan di Padangpanjang, Sumatra Barat, Januari 2009, dengan mengacu pada undang-undang perkawinan tahun 1974, sebuah pernikahan harus sah secara agama dan negara," kata Amidhan ketika dihubungi di Jakarta, Senin.

Kalau secara agama sah tapi negara tidak, maka bertentangan dengan undang-undang, ada sanksinya, katanya. Nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan Agama. Ia menjelaskan, undang-undang perkawinan memang tidak memuat aturan khusus tentang pernikahan siri namun ketentuan itu mewajibkan warga negara yang menikah melaporkan pernikahannya ke instansi terkait.

Meski secara agama sah, pernikahan siri tidak dicatatkan atau dilaporkan ke lembaga pencatatan negara. "Kalau tidak melaporkan pernikahan bisa kena hukuman pidana tiga bulan dan denda Rp7.500 kalau tidak salah," katanya.

Ketentuan itu, menurut Amidhan, sudah diterapkan sejak lama namun tidak ditegakkan pelaksanaannya. Berkenaan dengan hal itu Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Kadir Karding mengatakan pihaknya masih mengkaji pokok-pokok aturan dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Peradilan Agama Tentang Perkawinan yang antara lain membahas nikah siri, poligami dan kawin kontrak tersebut. "Komisi VIII berhati-hati mengambil sikap dalam hal ini karena (nikah siri) memang tidak dilarang agama. Kami akan mengkaji sejauh mana pemerintah akan mengatur kehidupan pribadi warga dalam hal ini," katanya.

Pihaknya, kata Abdul Kadir, juga akan membahas dampak peraturan semacam itu terhadap kehidupan perempuan dan anak mengingat selama ini perempuan dan anak paling dirugikan dalam pernikahan siri. RUU Peradilan Agama yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional 2010 antara lain memuat ketentuan pidana terkait dengan perkawinan siri, perkawinan mutah (kontrak), dan menikahkan atau menjadi wali nikah padahal sebetulnya tidak berhak. Para pelaku yang melarang ketentuan tersebut dapat diancam dengan hukuman penjara berkisar dari enam bulan hingga tiga tahun.



Berada di ketinggian 850 meter dari permukaan air laut, kota Tlemcen di wilayah barat Aljazair memiliki peran penting dalam perkembangan budaya Islam. Konferensi para menteri kebudayaan negara Islam di Baku, Azerbaijan 2009, telah menetapkan kota tersebut sebagai ibukota kebudayaan Islam tahun 2011. Komunitas institusi kebudayaan negara-negara Islam itu bernama Islamic Educational, Scientific and Cultural Organisation (Isesco).

Bukan tergolong kota besar, Tlemcen memiliki sejarah panjang dalam proses peradaban Islam. Kota ini tidak diketahui persis kapan berdirinya. Sejarah mencatat, pada masa-masa sebelum masehi, kota ini dihuni oleh bangsa Numidia dengan rezim Berber yang dipimpin Raja Syfax. Mulai tahun 32 masehi hingga tahun 430 masehi, datanglah bangsa Romawi, Vandal, dan Bizantium.

Sedangkan pengaruh Islam mulai datang ke Tlencem pada abad ketujuh yakni tahun 671 masehi dengan datangnya bangsa Arab. Kemudian pada tahun 790 masehi, dinasti Idrissides dari Fes (sekarang di Maroko) menduduki kota tersebut. Dari dinasti Idrissides, wilayah tersebut jatuh ke tangan Youcef Ibn Tachfine dan anaknya Ali bin Youcef. Periode ini disebut dengan Almoravide.

Selanjutnya, pembangunan perdaban Islam di Tlemcen diteruskan oleh Abdelmoumene Ben Ali mulai tahun 1143. Periode ini dikenal dengan sebutan periode Almohad. Bukan hanya peradaban Islam yang dikembangkan, pada periode ini, Abdelmoumene juga mendorong pertumbuhan ekonomi di Tlemcen.

Perubahan yang sangat pesat wilayah tersebut pun terus terjadi. Kondisi ini terlihat mulai abad ke-13 hingga abad ke-16. Saat itu, dinasti yang menguasai Tlemcen adalah dinasti Zianides yang didirikan oleh Yagmorachen. Kekuasaan atas Tlemcen kemudian diteruskan oleh Abu Zain Othmane, Abou Ziane I, dan Abou Tachfine. Dalam masa ini, pengelolaan kota Tlemcen berlangsung lebih modern.

Di tahun 1236, dinasti tersebut membangun masjid agung di pusat kota. Hingga saat ini, masjid tersebut masih berdiri kokoh dengan menara persegi empat. Bagian dalam masjid dipenuhi tiang dengan bentuk kubah poligon. Bangunan ini menjadi salah satu landmark Tlencem dan banyak dikunjungi orang yang ingin melihat masa lalu kota tersebut.

Masjid agung Tlencem ini juga memiliki mihrab dengan ornamen yang sangat kuat dipengaruhi warna seni Andalusia. Bentuk desain interiornya juga mirip-mirip dengan masjid Kordoba. Corak dominan dari bangunan mihrab masjid agung Tlemcen merupakan gabungan dari bentuk mawar dan pohon palm (kurma).

Dinasti tersebut juga membangun seluruh kompleks administrasi di pusat pemerintahannya yang berada di wilayah Mechoar. Wilayah ini berada di pusat kota Tlemcen, dan saat itu dikelilingi tembok tinggi atau benteng sebagai pelindung. Sebgian bentengnya masih terlihat kokoh berdiri sampai sekarang. Namun sebagian lainnya sudah runtuh atau berubah menjadi bangunan lain yang lebih modern.

Satu lagi bangunan masjid yang juga monumental di kota Tlemcen adalah masjid Mansourah. Masjid ini dibangun oleh Sultan Abou Yacoub pada tahun 1299 pada periode Merinide. Saat itu wilayah kota Tlemcen dikembangkan menjadi seluas 101 hektare. Seluruh wilayah Tlemcen ketika itu dikelilingi tembok yang sampai saat ini juga masih terlihat bekasnya.

Selain untuk menjaga wilayah dari serangan pihak asing, tempok tinggi ini juga berguna untuk mengontrol pergerakan seluruh warga Tlemcen. Saat itu, tembok yang mengelilingi Tlemcen dilengkapi dengan 80 menara dan empat pintu gerbang.

Dari abad ke-13 Tlemcen pun terus berkembang. Berbagai monumen dibangun, sebagai saksi sejarah berdirinya kota tersebut. Di abad belasan itu pula, Tlemcen mulai menjalin hubungan dagang dengan wilayah lain di Afrika, juga sebagian wilayah Eropa. Kehidupan komersial pun lahir dan ditandai dengan berdirinya wilayah perdagangan bernama El Kessaria.

Wilayah komersial itu kemudian banyak didatangi Muslim dari Andalusia, juga warga Yahudi dari daerah lain di Spanyol. Saat itu, penduduk kota Tlemcen mencapai 100 ribu jiwa, dan tergolong menjadi kota besar. Sejarah mencatat, di tahun 1236, Muslim Andalusia yang berada di Tlemcen mencapai 50 ribu jiwa. Karena itulah pengaruh Andalusia menjadi sangat kuat dan masih terasa sampai hingga sekarang. Setiap tahun, pemerintah kota setempat menggelar festival musik Andalusia, dan menjadi salah satu bukti masih bercokolnya pengaruh Andalusia di Tlemcen.

Perkembangan yang berjalan pesat pun menjadikan Tlemcen diperebutkan banyak pihak. Dari wilayah sebelah barat masuk pengaruh dinasti Merinidas yang membangun masjid Sidi Boumediene dan Sidi Haloui, juga istana kemenangan di Mansourah. Bangunan-bangunan tersebut masih bisa terlihat hingga saat ini.

Hampir bersamaan juga masuk pengaruh kekuasaan Turki di antara abad ke-16 hingga abad ke-19. Kemudian kolonialisme mulai masuk Tlemcen tahun 1842 dengan datangnya Prancis. Kekuasaan Prancis di Tlemcen terus bercokol hingga tahun 1962 bersamaan dengan merdekanya Aljazair. Sepanjang masa penjajahan Prancis, Tlemcen tidak banyak mengalami perubahan tata kota.

Begitu merdeka di tahun 1962, wilayah kota tersebut sudah mencapai 300 hektare dan sebagian di antaranya merupakan kawasan industri. Di tahun 1987 penduduk Tlemcen mencapai 112 ribu jiwa dan terus berkembang hingga saat ini mencapai sekitar 200 ribu jiwa. Selain kota budaya dan komersial, wilayah tersebut juga sempat dikenal sebagai kota pelajar.

Jejak peninggalan tradisi keilmuan di kota ini setidaknya terlihat di dua lokasi bersejarah yakni, Dar El Hadith dan Medersa Franco-Muslim. Dar El Hadith didirikan tahun 1937 sebagai tempat untuk mengkaji bahasa Arab dan agama Islam. Tempat pendidikan ini dikelola oleh komunitas ulama. Di masa penjajahan Prancis, pusat kajian Islam ini sempat tutup. Begitu Aljazair merdeka, Dar El Hadith pun dihidupkan kembali. Sekitar tahun 1990, lembaga ini mengalami perkembangan pesat.

Sedangkan Medersa Franco-Muslim (atau madrasah untuk Franco-Muslim) didirikan tahun 1905. Sekolah ini termasuk lembaga pendidikan bergengsi yang menghasilkan banyak tokoh Islam di wilayah tersebut.

Dengan begitu banyak peran dan peninggalan sejarah bagi peradaban Islam, tidaklah mengherankan jika Tlemcen kemudian dinobatkan sebagai ibukota kebudayaan Islam untuk tahun 2011. Presiden Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Tlemcen, Amine Lachachi, mengungkapkan bahwa 80 persen situs peninggalan Islam di Aljazair berada di Tlemcen. Hingga saat ini, kehidupan tradisi Islam pun berjalan sangat kuat di wilayah tersebut.

Dengan latar belakang tersebut, dia pun mengaku sangat merindukan hadirnya dunia perbankan syariah di Tlemcen untuk menguatkan perannya sebagai ibukota kebudayaan Islam. Saat ini, iklim perbankan di wilayah tersebut memang belum berkembang dengan baik. Sebagian besar pengusaha mengelola sendiri keuangannya, dan hanya menjadikan bank sebagai tempat untuk menyimpan uang. Namun demikian, kata dia, bank syariah semestinya bisa mulai hadir untuk memancangkan dasar-dasar ekonomi Islam di wilayah tersebut.


1 komentar:

  1. أَوَلَمْيَسِيرُوافِيالْأَرْضِفَيَنظُرُواكَيْفَكَانَعَاقِبَةُالَّذِينَ مِنقَبْلِهِمْكَانُواأَشَدَّمِنْهُمْ قُوَّةًوَأَثَارُواالْأَرْضَوَعَمَرُوهَاأَكْثَرَمِمَّاعَمَرُوهَاوَجَاءتْهُمْرُسُلُهُمبِالْبَيِّنَاتِفَمَا كَانَاللَّهُلِيَظْلِمَهُمْوَلَكِنكَانُواأَنفُسَهُمْيَظْلِمُونَ
    Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang di derita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.
    (QS. 30:9) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

    dani setiawan
    XI IPA 2

    BalasHapus